6

Bipolar Disorder: Pengintaian Seumur Hidup

| Sunday 24 May 2009

Oleh: Widya Ardiani, Tiara Deysha Rianti, Sholihatun, Ardi Subarkah, Galih Sukma P
A. Pengertian Umum Bipolar Disorder
Bipolar Disorder adalah jenis penyakit psikologi, ditandai dengan perubahan mood (alam perasaan) yang sangat ekstrim yaitu berupa depresi dan maniak. Pengambilan istilah bipolar disorder mengacu pada suasana hati penderitanya yang dapat berganti secara tiba-tiba antara dua kutub (bipolar) yang berlawanan yaitu kebahagiaan dan kesedihan yang ekstrim.
Setiap orang pada umumnya pernah mengalami suasana hati yang baik (mood highs) dan suasana hati yang buruk (mood lows). Akan tetapi , seseorang yang menderita bipolar disorder memiliki mood swings yang ekstrim yaitu pola perasaan yang mudah berubah secara drastis. Suatu ketika, seorang pengidap bipolar disorder bisa merasa sangat antusias dan bersemangat (mania). Namun, ketika mood-nya berubah buruk, ia bisa sangat depresi, pesimis, putus asa, bahkan sampai mempunyai keinginan untuk bunuh diri (depresi). Dahulu, penyakit ini disebut dengan manic-depressive. Penyakit ini telah diperkirakan telah mempengaruhi lebih dari lima juta orang di Amerika. 3-5 orang dari setiap 100 orang dewasa dipastikan mengidap bipolar disorder. Hal ini sama-sama terjadi pada laki-laki dan perempuan dengan tingkat resiko yang sama. Pada umumnya, gangguan afektif ini ditemukan di seluruh budaya dan kelompok ras, tetapi ras Amerika dan Afrikalah yang paling dominan mengidap bipolar disorder dibandingkan ras-ras lain di dunia. Bipolar disorder mulai terlihat pada masa remaja dan terus berlangsung sepanjang hidup. Pada awalnya, penyakit ini sering tidak diakui oleh para penderitanya karena hanya dianggap sebagai depresi biasa. Oleh karena itu, diagnosis sejak dini sangatlah penting agar penyakit ini bisa ditindaklanjuti dengan tepat dan tidak membahaykan si penderita maupun orang-orang di sekitarnya. Bipolar disorder dapat mempengaruhi kehidupan seseorang, seperti kemampuan di berbagai bidang, gangguan besar bagi kesehatan, hubungan sosial, dan gaya hidup seseorang. Oleh sebab itu, penyakit ini memerlukan penanganan secara serius agar penderitanya dapat menjalani hidup dengan normal. B. Sejarah Bipolar Disorder Menghubungkan mood dan tingkat energi telah menjadi bagian dari kehidupan manusia sejak zaman dahulu. Kata ”melankoli” (kata tua untuk depresi) dan ”mania” telah dikenal manusia sejak zaman Yunani Kuno. Menurut teori Pra-hippocratic humoral, kata melankoli berasal dari kata melas / μελας yang berarti hitam, dan chole / χολη, yang berarti empedu atau melukai. Teori ini juga menyebutkan bahwa mania terjadi karena kelebihan empedu kuning atau kombinasi dari empedu kuning dan hitam. Di sisi lain, dokter Roma, Caelius Aurelianus juga mengusulkan etimilogi mania yaitu ania yang berarti besar untuk menghasilkan derita mental dan manos yang berarti santai, yang diperkirakan bermaksud berlebihan untuk bersantai dari pikiran atau jiwa (Angst dan Marneros 2001). Gagasan mengenai melankoli dan mania kembali dijelaskan oleh Soranus dari Ephesus (98-177 M) pada abad ke-2 M. Soranus menegaskan bahwa melankoli dan mania adalah keadaan yang berbeda dengan penyakit yang terpisah. Akan tetapi, saat itu, banyak orang mengira melankoli adalah salah satu bentuk dari penyakit mania (Mandimore 2005). Selain Ephesus, hubungan antara maniak dan melankoli juga diusulkan oleh Aretaeus dari Cappadocia. Aretaeus adalah seorang filsuf kesehatan yang hidup di Alexandria kira-kira antara tahun 30 sampai 150 M. Dia mengatakan bahwa manic-depressive diakibatkan oleh empedu hitam. Aviceenna, seorang dokter Rusia dan pemikir psikologi menulis buku The Canon of Medicine pada tahun 1025 yang mengidentifikasikan bipolar disorder sebagai kejiwaan manic-depressive (manic-depressive psychosis) yang dibedakan dari satu bentuk ke bentuk lainnya dari suatu kegilaan (junun), seperti mania dan skizofrenia. Dasar dari konsep manic-depressive yang dipakai sekarang ditemukan oleh Jules Baillarger pada tanggal 31 Januari 1854 kepada Academy of Medicine di Prancis bahwa biphasic mental menyebabkan depresi dan mania dapat berulang. Hal tersebut diistilahkan dengan sebagai folie à double forme(dual-form insanity). Dua minggu kemudian, pada tanggal 14 Februari 1854, Jean Pierre Falret mempresentasikan dasar tentang disorder (penyakit) yang sama dan disebutnya sebagai folie circulaire (circular insanity). Setelah itu, konsep-konsep yang telah ditemukan dikembangkan kembali oleh seorang psikiater Jerman, Emil Kraepelin(1856-1926) dengan menggunakan konsep kahbaum cyclothymia. Emil adalah orang yang menemukan istilah kejiwaan manic depressive(manic depressive psychosis). Dia menegaskan bahwa seorang penderita bipolar disorder yang telah mengalami periode akut yaitu mania atau depresi, akhirnya bisa menjalani kehidupan secara normal kembali.Setelah Perang Dunia II, John Cade, seorang psikiater Australia menyelidiki pengaruh dari berbagai snyawa pada veteran-veteran yang menderita bipolar disorder. Pada tahun 1949, Cade menemukan bahwa Lithium karbonat dapat digunakan untuk merawat penderita bipolar disorder. Akan tetapi, Cade tidak langsung menggunakannya untuk merawat pada penderita karena adanya ketakutan bahwa garam yang terkandung dalam Lithium korbonat dapat menyebabkan keracunan bahkan kematian. Pada tahun 1950-an, banyak rumah sakit di Amerika Serikat mulai mengadakan percobaan tentang pengaruh lithium pada penderita penyakit ini. Sepuluh tahun kemudian, berbagai laporan muncul di literator medis mengenai efektivitas lithium. Departemen Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat tidak menyetujui penggunaan lithium untuk perawatan sampai tahu 1970. Istilah ”reaksi manic-depressive”( manic-depressive reaction) pertama kali muncul dalam Asosiasi Psikiater America pada tahun 1952 yang dipengaruhi oleh Adolf Meyer. Dia menjelaskan paradigma sakit sebagai reaksi dari faktor biogenetik ke faktor psikologi dan pengaruh sosial. Subklasifikasi bipolar disorder pertama kali dipresentasikan oleh seorang psikiater Jerman yang bernama Karl Leonhard pada tahun 1957. Karl juga merupakan orang pertama yang memperkenalkan istilah bipolar(untuk penderita yang mengalami mania dan depresi) dan unipolar(untuk pederita yang hanya mengalami episode depresi). Pada tahun 1990-an, banyak negara-negara di dunia muali menaruh perhatian pada gangguan afektif, khususnya bipolar disorder. C. Faktor Penyebab Bipolar Disorder Berdasarkan Institut Nasional Kesehatan Mental Amerika Serikat (USA government's National Institute of Mental Health) atau NIMH, bipolar disorder tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal saja, melainkan dari banyak factor yang secara bersama-sama memicu terbentuknya penyakit ini. Oleh karena banyaknya faktor yang terlibat, bipolar disorder juga disebut dengan penyakit multifaktor. Sebenarnya, penyebab bipolar disorder mungkin beragam antara individu yang satu dengan yang lain. Akan tetapi, banyak penelitian yang menunjukkan kontribusi genetik dan pengaruh lingkungan memiliki peran besar dalam penyakit ini. § Faktor Genetik Gen bawaan adalah faktor umum penyebab bipolar disorder. Seseorang yang lahir dari orang tua yang salah satunya merupakan pengidap bipolar disorder memiliki resiko mengidap penyakit yang sama sebesar 15%-30% dan bila kedua orang tuanya mengidap bipolar disorder, maka 50%-75%. anak-anaknya beresiko mengidap bipolar disorder. Kembar identik dari seorang pengidap bipolar disorder memiliki resiko tertinggi kemungkinan berkembangnya penyakit ini daripada yang bukan kembar identik. Penelitian mengenai pengaruh faktor genetis pada bipolar disorder pernah dilakukan dengan melibatkan keluarga dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 10-15% keluarga dari pasien yang mengalami gangguan bipolar disorder pernah mengalami satu episode gangguan mood (Gherson, 1990, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). § Faktor Lingkungan Bipolar disorder tak hanya dipengaruhi oleh gen saja, tetapi juga didorong oleh faktor lingkungan. Penderita penyakit ini cenderung mengalami faktor pemicu munculnya penyakit yang melibatkan hubungan antar perseorangan atau peristiwa-peristiwa pencapaian tujuan(reward) dalam hidup. Contoh dari hubungan perseorangan antara lain jatuh cinta, putus cinta, dan kematian sahabat. Sedangkan peristiwa pencapaian tujuan antara lain kegagalan untuk lulus sekolah dan dipecat dari pekerjaan. Selain itu, seorang penderita bipolar disorder yang gejalanya mulai muncul saat masa ramaja kemungkinan besar mempunyai riwayat masa kecil yang kurang menyenangkan seperti mengalami banyak kegelisahan atau depresi. Selain penyebab diatas, alkohol, obat-obatan, dan penyakit lain yang diderita juga dapat memicu munculnya bipolar disorder Di sisi lain, keadaan lingkungan di sekitarnya yang baik dapat mendukung penderita gangguan ini sehingga bisa menjalani kehidupan dengan normal. § Sistem Neurochemistry dan Mood Disorders Salah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap bipolar disorder adalah terganggunya keseimbangan cairan kimia utama (key cemichals) di dalam otak. Sebagai organ yang berfungsi menghantarkan rangsang, otak membutuhkan neurotransmitter (saraf pembawa pesan atau isyarat dari otak ke bagian tubuh lainnya) dalam menjalankan tugasnya. Norepinephrin, dopamine, dan serotonin adalah beberapa jenis neurotransmitter yang penting dalam penghantaran impuls syaraf. Pada penderita bipolar disorder, cairan-cairan kimia tersebut berada dalam keadaan yang tidak seimbang. Sebagai contoh, suatu ketika seorang pengidap bipolar disorder dengan kadar dopamine yang tinggi dalam otaknya akan merasa sangat bersemangat, agresif, dan percaya diri. Keadaan inilah yang disebut fase maniak. Sebaliknya dengan fase depresi. Fase ini terjadi ketika kadar cairan kimia utama otak itu menurun di bawah normal, sehingga penderita merasa tidak bersemangat, pesimis, dan bahkan keinginan untuk bunuh diri yang besar. Seseorang yang menderita bipolar disorder menandakan adanya gangguan pada sistem motivasional yang disebut dengan behavioral activation system (BAS). BAS memfasilitasi kemampuan manusia untuk memperoleh reward (pencapaian tujuan) dari lingkungannya. Hal ini dikaitkan dengan positive emotional states, karakteristik kepribadian seperti ekstrover(bersifat terbuka), peningkatan energi, dan berkurangnya kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur saraf dalam otak yang melibatkan dopamine dan perilaku untuk memperoleh reward. Peristiwa kehidupan yang melibatkan reward atau keinginan untuk mencapai tujuan diprediksi meningkatkan episode mania tetapi tidak ada kaitannya dengan episode depresi. Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait dengan perubahan pada episode mania. § Sistem Neuroendokrin Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan mempengaruhi hipotalamus. Hipotalamus berfungsi mengontrol kelenjar endokrin dan tingkat hormon yang dihasilkan. Hormon yang dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar pituarity. Kelenjar ini terkait dengan gangguan depresi seperti gangguan tidur dan rangsangan selera. Berbagai temuan mendukung hal tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari cortisol (hormon adrenocortical) yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh produksi yang berlebih dari pelepasan hormon rotropin oleh hipotalamus (Garbutt, et al., 1994 dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Produksi yang berlebih dari cortisol pada orang yang depresi juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar adrenal (Rubun et al., 1995, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004). Banyaknya cortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan pada hipoccampus dan penelitian juga telah membuktikan bahwa pada orang depresi menunjukkan hipoccampal yang tidak normal. Penelitian mengenai Cushing’s Syndrome juga dikaitkan dengan tingginya tingkat cortisol pada gangguan depresi. D. Episode dan Gejala Umum Bipolar Disorder Seorang penderita bipolar disorder mengalami gejala-gejala sebagai berikut. § Episode Depresi Gejala-gejala dari tahap depresi bipolar disorder adalah sebagai berikut. 1. Kesedihan dan menangis secara umum. 2. Mengalami kesulitan tidur (insomnia) atau terlalu banyak tidur (hypersomnolence). 3. Kehilangan nafsu makan dan penurunan berat badan atau sebaliknya. 4. Menarik diri dari pergaulan, hilangnya rasa percata diri. 5. Kehilangan rasa suka terhadap hal-hal yang menyenangkan saat penderita dalam kondisi normal. 6. Merasa pesimis, putus asa, tidak ada yang bersedia membantu, tidak bernilai atau berharga. dan tidak diinginkan. 7. Terjadi komplikasi pada organ lainnya yang disebabkan oleh sugesti yang buruk terhadap kesehatannya. 8. Memiliki respon yang lambat saat berbicara, kesulitan untuk berkonsentrasi, selalu berpikiran yang tidak jelas, dan bingung. 9. Pekerjaan dan hubungan interpersonal terganggu 10. Merasa tidak berdaya dan benar-benar berpikir tentang cara membunuh dirinya sendiri. Hampir semua penderita bipolar disorder mempunyai pikiran tentang bunuh diri dan 30% diantaranya berusaha untuk merealisasikan niat tersebut dengan berbagai cara. (1990, dalam Davison, Neale, & Kring, 2004) § Episode Mania Gejala-gejala dari tahap mania bipolar disorder adalah sebagai berikut. 1. Merasa sangat bersemangat, penuh energi, dan siap untuk apapun. 2. Berperilaku agresif, intoleran, terkadang membosankan, cepat marah, tidak sabaran, serta perilaku ugal-ugalan. 3. Penurunan kebutuhan untuk tidur karena selalu aktif beraktifitas. 4. Memiliki rencana yang realistis, suka berlibur dan bersenang-senang, serta peningkatan hubungan seksual. 5. Kepercayaan diri yang meningkat, tidak takut pada apapun. 6. Suka berbicara dengan cepat dan melompat dari subyek yang satu ke subyek yang lain. 7. Keputusan tentang bisnis dan keuangan dilakukan dengan terburu-buru tanpa memperhatikan akibatnya. 8. Memilih pakaian dan make up yang mendukung suasananya hatinya yang ceria. 9. Hubungan sosial dan pekerjaan terganggu. 10. Meminta anggota keluarga maupun orang lain untuk memperhatikannya dan merasa tidak memerlukan orang lain. 11. Mengalami gejala psychotic yaitu delusion (kepercayaan palsu) dan hallucination (melihat atau mendengar sesuatu yang tidak nyata). 12. Muncul banyak ide dan gagasan yang berlebihandan terkesan muluk-muluk. Menurut Weisberg (1994), perubahan mood mempengaruhi motivasi untuk menghasilkan karya kreatif daripada proses kreatif itu sendiri. Seorang penderita bipolar disorder yang berada pada tahap mania cenderung lebih berani mengeluarkan isi pikirannya daripada seseorang tanpa bipolar disorder. Penyakit ini banyak ditemukan pada orang-orang yang terlibat dalam dunia seni. Sejumlah artis, komposer, dan penulis yang mempunyai riwayat bipolar disorder dikenal dapat menghasilkan karya-karya yang baik. Para sejarawan juga percaya bahwa Vincent Van Gogh mengidap bipolar disorder. Keadaan mania dapat memicu kreativitas terkait dengan adanya peningkatan mood, pikiran yang muncul tiba-tiba, dan kemampuan menghubung-hubungkan ige dan gagasan. § Episode Hipomania Tahap hipomania mirip dengan mania. Perbedaannya adalah penderita yang berada pada tahap ini merasa lebih tenang seakan-akan telah kembali normal serta tidak mengalami hallucination dan delusion. Hipomania sulit untuk didiagnosis karena terlihat seperti kebahagiaan biasa, tapi membawa resiko yang sama dengan mania.Gejala-gejala dari tahap hipomania bipolar disorder adalah sebagai berikut. 1. Bersemangat dan penuh energi, muncul kreativitas. 2. Bersikap optimis, selalu tampak gembira, lebih aktif, dan cepat marah. 3. Penurunan kebutuhan untuk tidur. § Episode Campuran (Mixed state episode) Dalam konteks bipolar disorder, mixed state adalah suatu kondisi dimana tahap mania dan depresi terjadi bersamaan. Pada saat tertentu, penderita mungkin bisa merasakan energi yang berlebihan, tidak bisa tidur, muncul ide-ide yang berlal-lalang di kepala, agresif, dan panik (mania). Akan tetapi, beberapa jam kemudian, keadaan itu berubah menjadi sebaliknya. Penderita merasa kelelahan, putus asa, dan berpikiran negatif terhadap lingkungan sekitarnya. Hal itu terjadi bergantin dan berulang-ulang dalam waktu yang relatif cepat. Alkohol, narkoba, dan obat-obat antipedresan sering dikonsumsi oleh penderita saat berada pada epiode ini. Mixed state bisa menjadi episode yang paling membahayakan penderita bipolar disorder. Pada episode ini, penderita paling banyak memiliki keinginan untuk bunuh diri karena kelelahan, putus asa, delusion, dan hallucination. Gejala-gejala yang diperlihatkan jika penderita akan melakukan bunuh diri antara lain sebagai berikut. 1. Selalu berbicara tentang kematian dan keinginan untuk mati kepada orang-orang di sekitarnya. 2. Memiliki pandangan pribadi tentang kematian. 3. Mengkonsumsi obat-obatan secara berlebihan dan alkohol. 4. Terkadang lupa akan hutang atau tagihan seperti; tagihan listrik, telepon Penderita yang mengalami gejala-gejala tersebut atau siapa saja yang mengetahuinya sebaiknya segera menelepon dokter atau ahli jiwa, jangan meninggalkan penderita sendirian, dan jauhkan benda-benda atau peralatan yang beresiko dapat membahayakan penderita atau orang-orang disekelilingnya.

Read More......