Di tengah tuntutan publik terhadap keadilan dan integritas, kita justru menyaksikan bagaimana hukum dan kewenangan bisa dimanfaatkan untuk membungkam kritik serta memperkuat dominasi kelompok tertentu. Salah satu contoh yang menjadi sorotan publik adalah kasus hukum yang menjerat Tom Lembong, di mana seorang auditor bernama Chusnul Khotimah memainkan peran kunci yang patut dipertanyakan dari segi netralitas dan etika profesional.
Apa yang terjadi pada Tom Lembong ternyata tidak berdiri sendiri. Pola yang sama saya lihat dan alami secara langsung dalam dunia profesi arsitek di pemerintahan, di mana seorang penilai dari PUPR—yang kebetulan adalah senior saya di kampus—memiliki peran yang sangat mirip dengan auditor dalam kasus Tom: berposisi sebagai pihak pengontrol narasi, sekaligus pembentuk opini yang mempengaruhi hasil penilaian dan keputusan akhir.
Kasus Tom Lembong: Kritik Diubah Jadi Delik
Tom Lembong, sebagai tokoh publik dan profesional berintegritas, dikenal sering mengkritisi kebijakan pemerintah secara terbuka dan argumentatif. Sayangnya, kritik tersebut justru dijadikan bahan serangan balik oleh kelompok yang merasa terganggu. Dalam proses audit terhadap Tom, Chusnul Khotimah muncul sebagai auditor kunci yang pernyataannya dijadikan landasan hukum untuk menggiring opini dan justifikasi sanksi terhadap Tom.
Yang dipertanyakan bukan hanya hasil auditnya, tapi juga kedekatan, potensi konflik kepentingan, serta dugaan keberpihakan auditor terhadap pihak tertentu, yang menjadikan proses hukum ini terasa jauh dari objektivitas.
Keterkaitan di Profesi Arsitek Pemerintahan: Ketika Penilai Tak Lagi Netral
Dalam ranah profesional, khususnya arsitek dan desain, saya menyaksikan fenomena serupa. Seorang penilai dari PUPR yang memiliki relasi personal dan historis, justru dipercaya menjadi juri dalam kompetisi yang diikuti oleh lawan. Keberpihakannya terlihat jelas, dan pengaruhnya sangat menentukan dalam proses seleksi.
Sama seperti Chusnul Khotimah dalam kasus Tom, penilai ini menggunakan posisinya sebagai alat legitimasi, bukan sebagai penjaga objektivitas. Ini sangat merugikan peserta lain yang berkompetisi dengan jujur dan profesional.
Benang Merah: Ketika Profesionalisme Dikorbankan
Baik dalam kasus Tom Lembong maupun dunia arsitek, terlihat pola yang mengkhawatirkan:
- Orang yang berani mengkritik atau bersikap independen malah menjadi target.
- Mereka yang memiliki posisi strategis, seperti auditor atau penilai, digunakan untuk melegitimasi keputusan sepihak.
- Sistem tidak memiliki mekanisme koreksi yang memadai, bahkan cenderung melindungi pihak yang menyalahgunakan wewenang.
Harapan dan Solusi ke Depan
-
Audit Etik terhadap Auditor & Penilai: Profesi seperti auditor dan juri kompetisi harus tunduk pada standar etik yang ketat. Bila ditemukan potensi konflik kepentingan, harus segera diganti atau dinyatakan tidak valid.
-
Perlindungan terhadap Pihak yang Dikritik secara Tidak Adil: Orang-orang seperti Tom Lembong tidak seharusnya menjadi korban karena menyampaikan pendapat. Sebaliknya, negara dan institusi harus melindungi kebebasan intelektual.
-
Reformasi Prosedur Penunjukan Auditor dan Penilai: Harus ada sistem seleksi dan pengawasan yang menjamin bahwa orang-orang yang berada dalam posisi strategis benar-benar independen.
-
Budaya Transparansi dan Akuntabilitas dalam Profesi: Dunia profesi tidak boleh dibiarkan menjadi alat balas dendam personal atau politik. Kita membutuhkan sistem yang adil dan transparan dalam semua lini, mulai dari audit sampai penjurian.
Penutup
Apa yang dialami oleh Tom Lembong bukan hanya persoalan pribadi—ini adalah gambaran dari krisis sistemik dalam penegakan hukum dan profesionalisme. Ketika auditor seperti Chusnul Khotimah menjadi alat justifikasi bukan penyeimbang, dan ketika penilai kompetisi profesional berperilaku serupa, maka kita harus bertanya: siapa sebenarnya yang harus diaudit?
Sudah waktunya kita mengedepankan kebenaran, etika, dan keadilan di atas kepentingan kelompok atau relasi personal. Hanya dengan itu, kita bisa membangun dunia profesi yang sehat dan sistem hukum yang benar-benar berpihak pada keadilan.
Read More......“Jangan biarkan profesionalisme dibunuh secara perlahan oleh diamnya orang-orang baik.”