Warisan Ki Hajar Dewantara, Riwayatmu Kini..

| Tuesday 13 July 2010



Para pemikir negeri yang saya hormati,

Pendidikan adalah pondasi pembangunan suatu bangsa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang sukses mencerdaskan masyarakatnya. Sekarang pertanyaannya adalah ‘Benarkah pendidikan di Tanah Air belum berkualitas?’ Pertanyaan sederhana ini cukup tepat untuk mengawali perbincangan kondisi pendidikan Indonesia saat ini. Tidak dipungkiri, pendidikan kita masih dilingkupi banyak persoalan. Bahkan secara umum bisa dikatakan bahwa pendidikan kita mengalami penurunan kualitas. Hal itu terlihat dari menurunnya kualitas dan penghargaan terhadap riset, serta penurunan kualitas sumber daya manusia.

Semua ini tak lepas dari perjalanan sejarah bangsa kita. Kita telah kehilangan momentum penting dalam perbaikan mental dan kualitas pendidikan dasar kita. Ya, kita terlalu menyibukkan diri dengan urusan politik setelah proklamasi kemerdekaan. Padahal di negara lain, seperti Jepang, segera setelah perang berakhir, mereka langsung memabangun pondasi pendidikan dan kualitas pengajar. Hal ini mengindikasikan bahwa kebijakan politik kita lah yang tidak medukung pembentukan mental berpendidikan sejak awal. Kita bisa menengok Orde Baru. Pada masa itu pemerintah cenderung lebih mementingkan eksplorasi Sumber Daya Alam daripada Sumber Daya Manusia. Akibatnya, pendidikan di Indonesia kurang diperhatikan. Pada akhirnya, suatu saat akan terjadi kemandekan pola berpendidikan.

Salah satu faktor yang menyebabkan kemandekan pola pikir tersebut adalah anggapan bahwa pemikiran Barat lebih maju dan lebih elegan sehingga lebih dijunjung dalam pembuatan kebijakan dan praktek pendidikan. Misalnya, penerapan paradigma belajar yang lebih memusat ke guru (teacher center learning), padahal dalam Ki Hadjar Dewantara telah dikenal konsep guru yang ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Sesungguhnya, disadari atau tidak, pemikiran pendidikan dari budaya Timur tidak kita perhatikan. Ironisnya, kita justru bangga dengan menerima barang jadi dari Amerika, Eropa, atau Australia. Padahal, pemikiran-pemikiran dari budaya Timur, seperti Ki Hadjar Dewantara (Taman Siswa-Yogyakarta), Mohammad Sjafei (INS Kayutanam-Padang), KH Imam Zarkasyi (Pondok Modern Gontor-Ponorogo), atau lainnya cukup bagus. Mereka menjunjung tinggi budaya ketimuran yang adiluhur.

Bahkan UNESCO sendiri kini mulai mengadopsi pemikiran-pemikiran yang digagas oleh Ki Hadjar ata Syafei. Untuk itulah keberpihakan politik pada dunia pendidikan sangat penting bagi perkembangan pemikiran tokoh-tokoh lokal dan ide-ide yang berasal dari budaya ketimuran. Jika pemerintah tidak segera merespon dengan kebijakan yang lebih berpihak pada dunia pendidikan, maka kemandekan ini akan terus berlanjut.
Sebenarnya, saat ini banyak gagasan orisinil tentang sekolah alternatif yang memberikan metode pembelajaran yang efektif dengan eksperimen-eksperimennya. Namun banyak dari mereka yang tidak diterima. Hal ini disebabkan oleh pola pikir yang kurang menerima ide-ide lokal dibandingkan ide-ide Barat yang terlihat “Wah”.

Padahal sekolah-sekolah tersebut lebih bisa dijangkau sampai kalangan bawah dibandingkan sekolah formal. Apalagi tidak semua anak merasa nyaman belajar di sekolah formal. Ditambah lagi keluarnya PP Wajar terbit, pemerintah pusat maupun daerah dituntut harus mampu memberikan perhatian selain pendidikan formal, yakni pendidikan informal dan nonformal. ­­­­Seperti dalam pandangan Ki Hadjar, pendidikan itu bersifat terbuka dan komponen pelaksanya adalah sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Namun pada kenyataannya, maasyarakat saat ini cenderung melimpahkan tugas medidik kepada pihak sekolah saja. Jelas ini akan sangat merugikan banyak pihak dan mengurangi kreatifitas anak untuk mengekspresikan kemampuannya dengan sumber yang tidak terbatas.

Pendidikan kita juga terganggu dengan adanya pergantian kurikulum yang tidak jarang hanya mengadopsi pemikiran pakar terdahulu. Padahal pemikiran-pemikiran terkini ada ang lebih bisa membuat siswa lebih kreatif. Oleh karena itulah, mutu pendidikan kita cenderung menurun.
Lebih ironis lagi, pendidikan kita hanya mengajarkan anak dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi untuk terus menggeluti berbagai ilmu tanpa mengajaknya mencari “sesuatu yan baru”. Sehingga mereka cenderung pasif dan menunggu ilmu dari pengajar.

Sudah semestinya konsep pendidikan ini diubah menjadi lebih modern. Ini adalah tugas semua pihak. Motor penggeraknya adalah guru yang harus siap mengajak siswanya untuk lebih aktif dan kreatif.

Jika kita bersedia menjaga komitmen ini, maka pendidkan di Tanah Air kita pasti akan menjadi lebih baik. Pemerintah pun harus berkomitmen untuk mewujudkan kebijakan yang lebih bersinergi dengan kemajuan pendidikan. Salah satu contohya adalah pendidikan yang menjangkau semua kalangan dan peningkatan kesejahteraan guru. Dengan begitu, semua golongan masyarakat bisa mengenyam pendidikan dibarengi kesejahteraan pengajar yang membuat profesinya dijalani dengan lebih berkualitas.

Oleh karena itu, mulailah mendukung peningkatan kualitas penididikan di negeri tercinta kita ini dengan keikutsertaan kita dari segala segi kehidupan, entah itu profesi pejabat atau rakyat jelata sekalipun. Pendidikan adalah hak dan kewajiban kita semua. Mari belajar, mari mengajar. Jayalah pendidikan Indonesia!

1 comments:

Umun said...

betul kak.. saya setuju sama pemikiran kakak. andaikan saja kita rakyat indonesia ini sadar akan hal itu, pasti kita akan menjadi sebuah bangsa yang luar biasa. apa lagi jika nilai2 luhur ketimuran yang diwariskan oleh pejuang2 bangsa seperti di atas masih kita jaga dan kita amalkan..

Post a Comment

Kasih komentar dong ^^