“Pisau” di Tangan Seorang Perancang Ruang

| Wednesday 11 July 2012

Kamar berkonsep Natural

Seandainya kita hidup di era 50 tahun yang lalu, kita masih bisa menikmati bentang-bentang alam di sekitar kita. Kita dapat bermain layang-layang, mengejar kupu-kupu, memancing di danau, atau bahkan berlarian di jalan-jalan tanpa harus takut tertabrak kendaraan. Namun, seiring bertumbuhnya teknologi yang memanjakan manusia dengan sedikitnya pergerakan dan memaksimalkan aktivitas, mulai terbentuklah ruang-ruang dalam. Hingga sampai saat ini, aktivitas di dalam ruangan mencapai 80% dan sisanya adalah aktivitas di luar ruangan.1


Memang, aktivitas dalam ruangan lebih menyediakan akses yang mudah dan aman. Namun, di balik teknologi yang memanjakan interaksi kita di dalam ruangan itu, terdapat semacam “bom waktu” berupa tekanan psikologis bagi kita seperti building sickness atau suatu gejala yang berpengaruh secara  fisik maupun mental kita atas respon ketidaknyamanan terlalu lama berada di dalam ruangan.2 Mengapa dapat terjadi building sickness?

Manusia, seberapapun berkembangnya teknologi yang memanjakannya, tetaplah makhluk yang sejatinya diciptakan untuk hidup berbaur dengan alam. Itulah mengapa, ketika kita berlibur ke pegunungan, pantai, atau lansekap alam yang lainnya, kita merasakan kedamaian tersendiri.

Salah satu efek yang tidak menyenangkan dari building sickness adalah dapat terjadinya perubahan pada pola pikir kita. Kita bisa saja menjadi malas, tidak disiplin, kurang percaya diri, bahkan menjadi tidak jujur,  hanya karena kesalahan desain suatu ruangan. Pernah membayangkan seseorang yang terpenjara dalam ruang tertutup yang kumuh dan lembab bertahun-tahun lamanya? Seperti itu lah efek ekstrim dari rancangan suatu ruang. Efek yang sama ketika kita salah memilih genre film yang kita tonton untuk waktu yang lama, perlahan dan tidak disadari. Rancangan ruang dalam ibarat pisau, dia bisa digunakan untuk memotong buah, tetapi dia juga bisa dijadikan alat untuk membunuh.

Dibalik efek negatif suatu perancangan ruang dalam, selalu ada potensi positif darinya yang dapat dimanfaatkan. Seorang perancang ruang dalam bisa saja membuat penghuni rancangannya menjadi semangat beraktivitas, produktif, percaya diri dan menjadi lebih bahagia berangkat dari rancangannya. Dengan menempatkan furniture yang nyaman dan program ruang yang baik, seorang perancang ruang dalam dapat memberikan solusi positif bagi permasalahan kliennya.

Disinilah seorang perancang bangunan dan ruangan diuji idealismenya. Di satu pihak, dia harus mengutamakan kebaikan penghuni rancangannya. Tidak sekedar indah, tetapi nyaman dan memberi solusi positif di dalamnya. Di sisi lain, banyak peluang bisnis properti dan furniture yang menggoda dengan keutungan materi dan ketenaran. Saya pribadi tetap berkeyakinan bahwa ketika seorang perancang ruang dalam dapat mempertahankan idealismenya dan bertanggung jawab atas rancangannya, semuanya itu (keuntungan materi dan ketenaran) pada akhirnya akan menghampirinya tanpa perlu diminta.
Sumber Referensi:
1 Pile, John F.. 1995. Interior Design. New Tork: Hary N Abrams Inc.
2 US Environmental Protection Agency research

0 comments:

Post a Comment

Kasih komentar dong ^^