Memilih Dengan Cara-Nya: Menggenap

| Monday 19 September 2022

It has been 13 years since the first time I wrote on my blog. Dan taun ini saya sudah menikah setahun lamanya. It's such a long journey. Tapi kalau disuruh memilih apa yang mau diubah di masa lalu. Tidak ada. Karena saya yang hari ini tidak akan ada tanpa melalui proses panjang dari masa lalu sampa hari ini. May dad passed away in 2017 and everything changed. Wisdom and experience is valuable thing.


Okay, back to topic. Menggenap.

Sebelum menikah, sebenarnya saya agak skeptis tentang kehidupan pernikahan. Karena saya banyak melihat kerabat maupun rekan yang sudah menikah, tidak bahagia dan hidup dengan banyak tuntutan. Jadi ya, paling gitu-gitu doang paling, boring, dan demanding. So, here we go.

Tapi, ternyata pernikahan itu indah.

Lho kok bisa?

Jadi setelah lulus kuliah dan sempat pulang kampung, saya sempat menimba ilmu (ngaji) dengan seorang guru agama, diajak oleh adik saya. Namanya Bapak Munfarid, ulama ilmu hikmah, keturunan Sunan Drajat. Beliau sudah saya anggap bapak kedua bagi saya. Bisa dibilang begini, "Dalam hidup kita punya dua bapak. Bapak pertama adalah bapak kandung, yang darinya nasab mengalir dalam darah kita. Bapak kedua adalah guru kita, yang darinya ilmu mengalir dalam jiwa kita. Bapak kandung membawa kita dari surga ke dunia. Bapak kedua mengantarkan kita dari dunia kembali ke surga." Semoga bisa senantiasa menjaga adab terhadap guru kita.

Saya cukup beruntung, melalui hari-hari sulit saya dengan mendengarkan hikmah yang diajarkan beliau. Dari beliau saya menyadari jati diri saya, nasab saya, dan privilege yang saya punya. Termasuk soal menggenap.

Saya menikah di usia 28 tahun. Usia yang cukup tua sebenarnya. Karena awalnya saya menikah maunya umur 21, haha. Tapi saya bersyukur menikah agak terlambat. Karena kalau tidak terlambat, mungkin hidup saya tidak sebahagia ini. Maksudnya, usia yang sudah cukup matang dan bijak untuk mengendalikan pikiran dan emosi untuk memasuki bahtera rumah tangga. Bisa dibayangkan betapa masih bocil dan ambisnya saya di ukur 21, dan di umur 28, everything in the right path and so calm.

Perjalanan saya menuju pernikahan tidak mudah. Bertemu beberapa laki-laki yang ternyata bukan jodoh saya, yah, cukup merepotkan dan menguras tenaga dan pikiran. Tapi wong namanya bukan jodoh, cukup sampai di situ saja, bukan masa depan.

Jadi, setiap kali saya bertemu laki-laki, saya langsung ceritakan ke Guru dan ke Bapak (selama beliau masih hidup), juga ke adik saya, karena saya segera menemukan solusi. Termasuk tata cara sholah taubat, istikharah, dan hajat. Jadilah setiap yang dekat dengan saya, saya sholatin deh, hehe. Maksudnya, saya istikharahkan, ini baik ga ya buat saya. Baik dan cocok menurut orang lain, belum tentu baik dan cocok buat saya. 

Setiap selesai sholat, biasanya saya dikasih petunjuk berupa mimpi atau sebentuk kemantapan hati dan petunjuk lain yang terpampang nyata di depan mata. Oh, yang ini skip nih. Gangguan jiwa. Yang ini skip, sholatnya bolong-bolong. Yang itu skip, bersekutu dengan jin (ini epic sih haha). Dan skip karena terlalu ambisius mengejar prestasi duniawi.

Dan akhirnya, saya bertemu dengan laki-laki yang menjadi suami saya hari ini. Mengenalnya lebih jauh selama 4 bulan, dikenalkan oleh adik saya. Dalam istikharah saya yang kemudian termaktub dalam hati, barangkali laki-laki ini bukan yang terlihat spesial, bukan pula yang terlihat menonjol. Tapi dengan laki-laki ini, menikah sebagai ibadah akan mudah mengantarkan jalan menuju surga.

Benar. PilihanNya tidak pernah keliru.

Saya yang dulu pernah skeptis, kini berubah 180° dan jadi punya kesimpulan. Ya, menikah dengan orang yang tepat, dengan cara yang tepat, dan niat yang tepat, adalah bibit dari keberkahan dari pernikahan. Barakallahu laka. Kelebihannya menjadi anugerah, kekurangannya menjadi berkah. Alhamdulillah.


Dalam rumah tangga, terkadang ada kerikil-kerikil kecil. Tapi itu bukan masalah. Bisa dihitung dalam setahun kami bertengkar. Itupun hanya saat saya hamil bawaan hormon hehe. Selebihnya, setiap hari adalah tawa dan sepertinya keluarga kecil kami punya bakat pelawak, haha. Family of sanguins. Tuntutan tidak ada sih. Hanya kompromi dan kesepakatan untuk grow together, aku dan kamu mengambil peran masing-masih untuk satu tujuan bersama 

Ternyata menikah dengan mengandalkanNya, dengan mengutamakan agama itu berproses dengan indah ya. Everyday is full of joy! Mashaa Allah Tabarakallah. ♡



0 comments:

Post a Comment

Kasih komentar dong ^^